Sosok!! Penuh dengan karismatik dan semangat juangnya dalam dunia pendidikan
Ki Hajar Dewantara
Mengingat
hari pendidikan kemarin, bertepatan pada tanggal 2 Mei, tidak ingatkah kepada
sosok yang bernama Ki Hajar Dewantara? Seorang pahlawan Nasional yang memiliki
nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir
di lingkungan keraton di Yogyakarta, terkenal keras tetapi lembut dalam
bertutur kata, tidak kasar dalam berperilaku, cocok sebagai teladan bagi
pemuda-pemudi masa kini yang mudah terpengaruh oleh budaya luar. Beliaulah sang
perintis pendidikan di Indonesia kita ini, salah satu pahlawan yang berjasa
dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, memiliki pemikiran-pemikiran yang
mampu memajukan negara di Indonesia, sehingga seluruh lapisan rakyat di
Indonesia dapat mengenyam pendidikan secara merata.
Bapak
pendidikan kita ini semasa mudanya juga menjadi seorang penulis dan wartawan di
berbagai surat kabar. Banyak sekali buah pena dari beliau yang berisi tentang
semangat anti penjajahan, diantaranya sebuah artikel yang berjudul, “Seandainya
Aku Seorang Belanda” (judul asli Als ik een Nederlander was) yang dimuat
dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker pada tahun 1913. Artikel
tersebut berisi kritikan-kritikan keras sehingga membuat beliau ditangkap dan
diasingkan ke Belanda.
Jiwa pejuangnya
semakin tumbuh seiring pengasingannya di Belanda, terbukti dengan keaktifannya
dalam berorganisasi asal Indonesia di Belanda. Beliau bercita-cita memajukan
pendidikan rakyat Indonesia yang kurang dalam mengenyam pendidikan. Semangat
juangnya banyak didominasi dari para tokoh pendidikan barat, sehingga menjadi
dasar dalam mewujudkan cita-citanya tersebut. Di Belanda beliau banyak
mendalami tentang pendidikan dan pengajaran, sehingga beliau berhasil
memperoleh Europesche Akte.
Beliau
mencurahkan perhatiannya dengan membimbing di sekolah binaan saudaranya,
setelah kepulangannya dari pengasingan pada tahun 1918. Kemudian pada tanggal 3
Juli 1922 bersama rekan-rekan seperjuangannya, beliau mendirikan Perguruan
Nasional Taman siswa atau Nationaal Onderwijs
Institut, yaitu paduan dari model pendidikan barat dengan budaya-budaya bunda
pertiwi. Namun, kurikulum pemerintah Hindia Belanda tidak diajarkan. Lembaga
pendidikan tersebut memberikan peluang bagi para penduduk pribumi untuk dapat
mengenyam pendidikan yang sama seperti para priyayi atau pun para kolonial
Belanda.
Dengan semangat
juang yang tinggi, beliau mencetuskan semboyan bahasa jawanya, Ing Ngarso
Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, yang artinya “Di
depan memberi contoh, Di tengah memberi semangat dan Di belakang memberi
dorongan. Semboyan inilah yang terus dikenang dan dipakai dalam dunia
pendidikan Indonesia hingga kini. Tak hanya itu semangat juang dari beliau, perjuangan
fisik pun mampu beliau kerahkan, dengan keberanian yang tinggi beliau berani
menembus kepungan senjata tentara Jepang di sekeliling lapangan pada peristiwa
rapat umum di Lapangan Ikada (sekarang Monas), 19 September 1945.
Beliau diangkat
sebagai Menteri Pendidikan yang pertama di Indonesia selama 3 bulan dari
tanggal 2 September 1945 hingga 14 November 1945. Pada tahun 1957, beliau dianugerahi
gelar doctor honoris causa oleh Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan atas
jasa-jasa beliau dalam merintis pendidikan, kemudian diangkat sebagai Bapak
Pendidikan Nasional dan hari kelahirannya dijadikan sebagai Hari Pendidikan
Nasional yang tertuang dalam SK Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28
November 1959. Nama beliau diabadikan di salah
sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara dan potret dirinya
diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998. Ia
meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959.
Begitulah kisah
singkat dari perintis pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, dari cerminan kisah
tersebut tidakkah kita menjadikannya teladan sekaligus semangat bagi kita dalam
memperoleh pendidikan? Mendorong kita agar senantiasa tekun dalam menimba ilmu
sebanyak-banyaknya? Sulitnya rintangan yang dihadapi ki Hajar Dewantara pun tak
menghambatnya dalam memperjuangkan pendidikan. Mengapa kita yang sudah dengan
mudah menikmati hasil jerih payah para Pahlawan Nasional tidak membuat kita
lebih tekun lagi dalam menimba ilmu sebanyak-banyaknya?
Jika seorang
bangsawan yang sudah tentu hidup enak di dalam keraton saja peduli akan
masa depan pendidikan bangsa kita dan mampu memperjuangkan pendidikan di
tengah-tengah tekanan penjajahan, mengapa kita yang masa depannya belum tentu
dan mudah dalam menimba ilmu tidak berpikir untuk lebih memajukan lagi
pendidikan di negeri kita? Bukankah perjuangan itu harus dari bawah dahulu,
sehingga kita dapat menikmatinya di kemudian hari nanti? Kalau bukan dari
generasi kita sekarang, kapan lagi? Tidakkah kita ingin menghadiahi anak-cucu
kita dengan hasil jerih payah kita?
0 Response to "Sosok!! Penuh dengan karismatik dan semangat juangnya dalam dunia pendidikan"
Posting Komentar