PETUAH GADIS BONGKOK-skenario drama atau film pendek
Di depan restoran sore itu, gadis berkerudung merah duduk di sebuah emperan toko sambil merapikan beberapa kantung plastiknya yang berwarna-warni. Ia memiliki punggung yang bongkok seperti punuk unta. Tubuhnya yang dekil dan berbau sampah membuat orang-orang yang berlalu lalang menatapnya heran dan jijik. Tapi seakan sudah terbiasa, gadis itu tetap diam tak berkutik apalagi merasa malu. Dia mengacuhkan segala sindiran ataupun pemikiran orang lain terhadapnya. Ia tetap sibuk merapikan kantung-kantung plastic yang telah diperolehnya dari pembuangan sampah.
Pengunjung : (berjalan menghampiri si gadis bongkok dengan wajah tak senangnya) “Hai pengemis, kau tak pantas duduk di situ, merusak pemandangan saja. Kasihan pemilik resto ini kekurangan pengunjung karena baumu yang busuk.”
Nur : (mendongakkan kepala) “Maaf, saya bukan pengemis, Tuan.” (ucapnya lembut)
Pengunjung : (tersenyum melecehkan) “Heh? Bukan pengemis? Lalu apa, gadis bongkok! Pencuri?”
Nur : (bahu sedikit terangkat karena kaget) “Maaf Tuan, tapi saya bukan pengemis, bukan juga pencuri. Saya hanya gadis pengumpul kantung plastic yang menunggu pemilik resto ini memberikan kantung plastic bekasnya.”
Pengunjung : (tertawa terbahak-bahak) “Kantung plastic? Yang benar saja? Kantung plastic tak akan membuatmu kenyang gadis bongkok.”
Suara pengunjung itu semakin meninggi, membuat para pengunjung lainnya mulai berkerumun menyaksikan berbincangan antara mereka hingga mereka menjadi tontonan banyak orang.
Nur : “Iya, benar. Apa salahnya dengan kantong plastic? Memang kesukaan saya adalah mengumpulkan kantung plastic.” (ucapnya gembira)
Pengunjung : (sambil menyeret Nur agar mau berdiri dengan wajah kesalnya) “Sudah sana pergi, jangan merusak pemandangan di sini. Dasar gadis bongkok!!!”
Nur : (menengok ke arah pengunjung dengan wajah sedih) “Ini bukan apa-apa bagiku, Tuan. Dengan ludahmu ini, aku dapat membayangkan kehidupanmu kelak. Semoga saja Tuhan masih menyayangimu. Semoga saja. Jika ia tidak menghancurkanmu dengan ludah orang lain yang mengenai wajahmu, sehingga kau terhina.”
Setelah mengucapkannya, gadis bongkok itu berdiri dan melangkah meninggalkan pemuda yang berdiri termangu setelah mendengar kata-kata si gadis bongok itu. Dengan menenteng kantung plastiknya, si gadis bongkok itu berlari sambil menitikkan air mata. Orang-orang pun mulai berhamburan pergi, meninggalkan pemuda itu yang masih saja berdiri termangu.
Dengan hati yang terluka, si gadis bongkok berjalan lunglai. Ia amat sedih dengan kejadian sebentar tadi, tak pernah sekalipun ia pernah diperlakukan sedemikian itu meskipun sudah beberapa kali ia mendapat hinaan. Mungkin karena teramat sedihnya ia, sehingga ia tak sadar jika ia melangkah ke tengah jalan. Ada sebuah mobil dari arah dekat.
‘BRAKKK!!!’ Sungguh keras dentuman itu, namun tak seorang pun yang mendengarnya selain ia dan pemilik mobil yang menabraknya, karena suasana jalan saat itu amatlah sepi.
Hindun : (Kaget dan keluar dari mobil bersama suaminya dengan wajah bersalah)“Ya Allah kasihannya gadis ini pah.”
***
Baca Juga : Kumpulan Puisi Menarik dari n_muf 2015, Daftar 14 Puisi Menarik dan Keren n_muf, Daftar 10 Cerpen Terbaik n_muf 2020
Baca Juga : Kumpulan Puisi Menarik dari n_muf 2015, Daftar 14 Puisi Menarik dan Keren n_muf, Daftar 10 Cerpen Terbaik n_muf 2020
Di dalam sebuah gubuk bambu. Duduklah seorang lelaki tua di depan mesin jahit kunonya, tengah menjahit pesanan-pesanan pelanggannya. Tapi, wajahnya seakan memperlihatkan kekhawatiran, tiba-tiba tangannya terkena jarum, membuat perasaannya tidak enak. Terlihat darahnya menetes hingga mengenai kain yang tengah dijahitnya.
Ruslam : (menghela napas dengan tubuhnya yang tiba-tiba gemetar) “Nur...” (perlahan saja ia mengucapkannya. Air matanya tumpah)
Terdengar ketukan pintu rumahnya, membuat Ruslan segera mengusap air matanya.
Ruslan : “Mungki itu Nur...” (bicaranya perlahan sambil bergegas membuka pintu)
Bukan Nur. Tapi Ibu Komsah, tetangga Ruslan datang dengan wajah gugupnya. Ruslan menghela napas, ia menengok ke kanan dan ke kiri. Tidak ada Nur,
Ruslan : “Nur kemana ? kenapa dia belum pulang juga ?” (kata hatinya cemas)
Komsah : “R....Ruslan..” (panggilnya gugup)
Ruslan : (menengok ke arah Komsah) “Iya.. kenapa Kom ?” (tanyanya bingung melihat kegugupan Bu Komsah)
Komsah : “Anak.. anakmu…” (masih dengan kegugupannya)
Ruslan : (panik) “Kenapa dengan Nur, Kom? Ada apa?”
Komsah : “Dia.. dia.. dia tertabrak mobil. Sekarang dia di rumah sakit.” (jawabnya sekali napas)
Ruslan : (kaget) “Apa? Di mana? Rumah sakit mana?” (tanyanya semakin panik)
Komsah : “Sudah, ayo ikut aku ke sana!!!”
Tanpa menjawab Ruslan masuk ke dalam rumahnya dan bersiap-siap pergi ke rumah sakit dengan kepala berkecamuk dan tergesa-gesa. Jahitan yang belum selesai, ia tinggalkan. Semua itu tak lebih penting dibandingkan dengan keselamatan anak semata wayangnya.
Ruslan : (keluar dari rumah dengan baju yang lain) “Ayo segera pergi ke rumah sakit” (ucapnya dengan wajah paniknya)
Komsah : (mengangguk dan cepat-cepat mengikuti Ruslan)
Seminggu kemudian…
Di depan rumah sakit pagi itu, tiga orang berdiri dan seorang gadis bongkok yang duduk di kursi roda. Kedua kakinya di gips akibat dari kecelakaan seminggu lalu.
Abas : “Saya akan bertanggung jawab dengan menjaga anak bapak, untuk sementara waktu ia akan tinggal bersama saya”
Hindun : “Iya pak. Lagi pula saya juga memiliki seorang anak saja, Nur bisa menjadi seorang teman untuk anak saya. Oh ya Nur, Nur belum lagi mengenal kita kan? Perkenalkan saya Ibu Hindun, suami sya Anas, dan ini Aisyah putri kami.” (memperkenalkan keluarga kecilnya pada Nur si gadis bongkok)
Aisyah : (Tersenyum ceria sambil menodorkan tangannya) “Perkenalkan aku Aisyah, umurku masih dua belas tahun, namanya kakak, Kak Nur kan? Mama sudah cerita tentang Kak Nur padaku.”
Nur : (menyambut tangan Aisyah dengan tersenyum malu)
Ruslan : (terdiam sejenak, “Nur pasti akan mendapatkan hidup layak di sana nanti, kalau tinggal bersama mereka,” pikirnya) “Baiklah pak bu, kalau Nur mau, dia saya izinkan” (setujui Ruslan kemudian dengan sedikit menahan air matanya)
Hindun : “Tapi pah, Bapak ini pasti sangat terpukul dengan kepergian anaknya.” (ucapnya perhatian)
Abas : (Sejenak memikirkan kata-kata istrinya) “Ah, benar kenapa aku tidak memikirkan bagaimana perasaan seorang ayah pada anaknya.”
Hindun : (Terharu dengan ucapan suaminya) “Iya pah, kasihan Pak Ruslan dan Nur. Jangan pisahkan mereka”
Aisyah : (tiba-tiba berbicara) “Bagaimana kalau Pak Ruslan juga ikut tinggal bersama kita Pah, Mah?”
Tiba-tiba Abas berlutut di depan Nur yang sejak tadi duduk di kursi roda. Nur yang sejak tadi diam merunduk sambil mendengarkan tanpa sebarang komentar mendongak ke arah Abas. Nur yang hanya mampu memandang kosong orang yang telah menabraknya. Tetapi, Nur bukan pendendam. Dia tersenyum kepada Abas.
Nur : (tersenyum) “Anda orang yang baik, terima kasih sudah mau bertanggung jawab. Ini pun sudah cukup bagi saya pak, tidak perlu meminta saya tinggal bersama bapak dan ibu.”
Abas : (Menggeleng-geleng lalu membalas senyuman dari Nur, dan memegang tangan Nur) “Tidak Nur, om tidak bisa memaafkan diri om selama tidak membalasnya dengan mengajakmu tinggal di rumah om. Sudikah Nur tinggal di rumah om? Dan mengajak anak om bermain?”
Nur : (dengan wajah bingung menengok ke arah ayahnya)
Ruslan : (mengangguk)
Nur : “Tapi, bagaimana dengan ayahku?” (katanya menengok lagi ke arah pak Abas)
Hindun : “Dia juga akan tinggal bersama kita, Nur. Ayahmu pandai sekali menjahit. Kemarin kami main ke rumahmu dan melihat ayahmu sedang menjahit. Jahitannya bagus. Ia bisa menjadi karyawan di butik istri om.” (usulnya menengok ke arah suaminya. Meminta persetujuan. Suaminya mengangguk dan tersenyum)
Nur : (Gembira) “Ayah, kita akan bahagia.” (ucapnya polos)
Ruslan : (Terharu) “Terimakasih pak bu. Kalian begitu baik hati.”
Abas : “Itu sudah menjadi tanggung jawab kami, pak Ruslan.” (jawabnya tersenyum)
Hindun & Aisyah : (memeluk Nur)
***
Di sebuah ruangan perusahaan besar, berdirilah seseorang yang tengah marah besar pada karyawannya.
Bos(pengunjung) : “Kalian ini bagaimana? Tidak becus mengurus klien, rugi besar aku karena kalian!!”
Karyawan 1 : “Maaf bos, klien sendiri yang memutuskannya karena bos tidak memihak pada rencana mereka.”
Karyawan 2 : (tiba-tiba datang, panik) “Bos, ada pihak bank menagih hutang ke perusahaan kita, dan para pemilik saham menarik saham mereka dari perusahaan kita.”
Bos(pengunjung) : (memegang kepala dan berlutut) “Arrrhhh, pergi kalian. Perusahaan ini bangkrut.”
Semuanya meninggalkan si bos yang meraung menangisi kebangkrutannya.
Dua tahun kemudian...
Di sebuah teras bercat hijau segar, berdiri seorang gadis bongkok dan seorang gadis normal yang sedang bermain-main air. Mereka tengah menjalankan rutinan pagi dengan menyiram bunga-bunga di depan rumahnya.
Aisyah : “Terima ini, Nur...” (Teriak Aisyah riang sambil mengarahkan pipa air ke arah Nur)
Nur : “Ah, hentikan Aisyah. Nanti bajuku basah.” (Bajunya kini basah kuyup karena Aisyah) “Ah, rasakan ini juga” (Balasnya tak mau kalah riangnya)
Mereka berdua semakin asyik bermain air sambil kejar-kejaran.
Tiba-tiba ada orang berteriak-teriak di luar pagar. “Heyyyy!!!”
Aisyah : (berhenti menyirami nur) “Ada apa itu Nur?”
Nur : “Entah, ayo kita lihat ke depan.”
Aisyah : (mengangguk)
Keduanya berjalan ke pintu gerbang melihat siapa gerangan yang tengah bertengkar.
Lelaki Tua : (marah) “Berani-beraninya kau memaksaku memberimu selembaran uang seratus ribuan!! Sudah cukup ku beri dari pada tidak sama sekali.” (ujarnya kasar sambik meludah ke arah seorang pengemis. Pengemis itu tidak terima. Dan merasa terhina)
Pengemis : (tidak terima) “Aku hanya meminta uang seratus ribuan saja. Tak perlu kau meludahiku.” (Amuknya pada lelaki tua)
Nur : “Ada apa ini?” (tanyanya dengan berani)
Kegaduhan itu telah membuat samping rumah Aisyah dipenuhi tetangganya karenanya.
Semua orang menengok ke arah gadis bongkok berkerudung merah dengan bajunya dan kulitnya bersih tidak kumal dan bau seperti dulu. Sejenak Nur kaget melihat pengemis itu, sama halnya pengemis itu kaget ketika melihat Nur yang sekarang. Ia mengingat masa lalunya.
Pengunjun : “Sudah sana pergi, jangan merusak pemandangan disini.”
Ingatnya meluncur dua tahun yang lalu ketika ia mengusir gadis bongkok berkerudung merah itu dulu. Dia meneteskan air mata kemudian meluru bersujud di kaki Nur.
Pengemis : “Maafkan saya Nak, atas cacian saya waktu dulu saya menyesal. Setelah kejadian itu perusahaan saya bangkrut. Istri saya minta bercerai karena saya mandul. Hingga saya sampai menjadi seorang pengemis seperti ini.” (tangisnya tersedu sedan)
Nur : (tidak tega) “Berdirila, Tuan. Jangan berlutut seperti ini di depan saya, saya bukan Tuhan, tempatmu berlutut.” (kata Nur polos)
Semua yang berdiri di tempat itu terharu. Termasuk Aisyah, pengemis itu berdiri.
Pengemis : “Benar katamu nak. Apa yang dulu saya pernah perbuat pasti saya akan mendapat balasannya kini. Tapi, kenapa kau masih saja memanggilku Tuan paahal aku sudah menjadi pengemis yang derajatnya lebih rendah dari seorang pengumpul kantong plastik!” (tanyanya heran ke Nur)
Nur : (Menghela napas) “Semua orang punya kesalahan. Hanya Tuhan yang tahu mengapa aku masih sama. Bahkan ketika aku berada di atas melebihimu. Karena aku percaya Tuhan selalu bersamaku dan menyayangiku.”
Dengan itu ia terduduk mendengar ucapan Nur. Ia ingat dahulu dia sering lalai. Ya, ia lalai menjalankan amanah dari-Nya ia masih menjadi orang berada. Ia dulu sombong dan congkak.
0 Response to "PETUAH GADIS BONGKOK-skenario drama atau film pendek"
Posting Komentar