Sejarah kota ukir, Jepara
ASAL-USUL JEPARA
Kabupaten
Jepara, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah. Ibukotanya adalah Jepara. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di
barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten
Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa,
yang berada di Laut.
Asal nama
Jepara sendiri, berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang
kemudian menjadi Jepara, yang berarti
sebuah tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah. Orang
Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan
orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten.
Sedangkan nama Jepara di dalam sebutan bahasa Belanda yaitu Yapara,Japare.
Jauh
sebelum adanya kerajaan-kerajaan di tanah Jawa. Di ujung sebelah utara pulau
Jawa sudah ada sekelompok penduduk yang diyakini orang-orang tersebut berasal
dari daerah Yunnan Selatan, yang kala itu melakukan migrasi ke arah selatan.
Jepara saat itu masih terpisah oleh selat Juwana. Dalam catatan seorang penulis
Portugis, Tome Pires. Bahwa pada tahun 1470, sekitar abad ke-15, Jepara
merupakan kota pantai yang baru dihuni oleh 90-100 orang serta dipimpin oleh Aryo
Timur. Kemudian, Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati
Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota
niaga. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan penjajahan Portugis di Malaka
yang menjadi mata rantai perdagangan Nusantara.
Setelah Pati
Unus wafat digantikan oleh ipar Faletehan atau lebih dikenal sebagai Fatahillah
yang berkuasa dari tahun 1521-1536. Kemudian pada tahun 1536, oleh penguasa
Demak yaitu Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada anak dan
menantunya yaitu Ratu Retno Kencono dan suaminya, Pangeran Hadirin.
Namun setelah tewasnya Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan
Jawa Timur pada tahun 1546, timbulnya keributan dalam perebutan tahta kerajaan
Demak yang berakhir dengan tewasnya Pangeran Hadirin oleh Aryo Penangsang
pada tahun 1549. Kematian orang-orang yang dikasihi membuat Ratu Retno Kencono
sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit
Danaraja. Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno
Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara
dengan gelar Nimas Ratu Kalinyamat.
Pada masa
pemerintahan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara berkembang pesat menjadi
Bandar Niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani eksport import. Di samping itu
juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan
Demak. Ratu Kalinyamat dikenal mempunyai jiwa
patriotisme anti penjajahan. Hal ini dibuktikan dengan pengiriman armada
perangnya ke Malaka guna menggempur Portugis pada tahun 1551 dan tahun 1574.
Adalah tidak berlebihan jika orang Portugis saat itu menyebut sang Ratu sebagai Rainha De Jepara”Senora De Rica, yang artinya Rajanya Jepara seorang wanita yang
sangat berkuasa dan kaya raya. Serangan ini,
melibatkan hampir 40 buah kapal yang berisikan lebih kurang 5.000 orang
prajurit. Namun serangan ini gagal, ketika prajurit Kalinyamat ini melakukan
serangan darat dalam upaya mengepung benteng pertahanan Portugis di Malaka,
tentara Portugis dengan persenjataan lengkap berhasil mematahkan kepungan
tentara Kalinyamat. Namun semangat
Patriotisme sang Ratu tidak pernah luntur dan gentar menghadapi penjajah bangsa
Portugis, yang di abad 16 itu, sedang dalam puncak kejayaan dan diakui sebagai
bangsa pemberani di Dunia.
Dua puluh empat
tahun kemudian atau tepatnya Oktober 1574, Ratu Kalinyamat mengirimkan armada
militernya yang lebih besar di Malaka. Ekspedisi militer kedua ini melibatkan
300 buah kapal diantaranya 80 buah kapal jung besar berawak 15.000 orang
prajurit pilihan. Pengiriman armada militer kedua ini dipimpin oleh panglima
terpenting dalam kerajaan yang disebut orang Portugis sebagai ‘Quilimo’. Walaupun
akhirnya perang kedua ini yang berlangsung berbulan-bulan, tentara Kalinyamat
juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka, namun telah membuat Portugis
takut dan jera berhadapan dengan Raja Jepara ini, terbukti dengan bebasnya
Pulau Jawa dari Penjajahan Portugis di abad ke-16 itu.
Sebagai
peninggalan sejarah dari perang besar antara Jepara dan Portugis, sampai
sekarang masih terdapat di Malaka komplek kuburan yang di sebut sebagai Makam
Tentara Jawa. Selain itu tokoh Ratu Kalinyamat ini juga sangat berjasa dalam
membudayakan SENI UKIR yang sekarang ini jadi andalan utama ekonomi Jepara
yaitu perpaduan seni ukir Majapahit dengan seni ukir Patih Badarduwung yang
berasal dari Negeri Cina.
Menurut catatan sejarah Ratu
Kalinyamat wafat pada tahun 1579 dan dimakamkan di desa Mantingan Jepara, di
sebelah makam suaminya Pangeran Hadiri. Mengacu pada semua aspek positif yang
telah dibuktikan oleh Ratu Kalinyamat sehingga Jepara menjadi negeri yang
makmur, kuat dan mashur maka penetapan Hari Jadi Jepara yang mengambil waktu
beliau dinobatkan sebagai penguasa Jepara atau yang bertepatan dengan tanggal
10 April 1549 ini telah ditandai dengan Candra Sengkala Trus Karya Tataning
Bumi atau terus bekerja keras membangun daerah. Pada Tahun 2010, Jepara telah mendapatkan sertifikasi
Indikasi Geografis terhadap produk Ukirnya yang sangat khas. Kerajaan di Jepara terdapat beberapa Kerajaan pada masanya,
yaitu, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Kalinyamat. Dengan legendanya yaitu,
legenda Suronggotho, Patak Warak, Rara Ayu Mas Semangkin, Julukan Jepara, Jepara
Kota Ukir.
Pada zaman Kerajaan Kalinyamat
yang dipimpin Sultan Hadlirin ayah angkatnya yang berasal dari Cina mengukir
batu yang dia bawa dari Cina untuk diletakan di Masjid Mantingan. Lalu dia
mengajarkan cara mengukir yang indah kepada warga Jepara sampai sekarang. maka
Jepara di Juluki Kota Ukir. Jepara Bumi Kartini adalah kota dilahirkanya pahlawan nasional R.A. Kartini, maka Jepara di
juluki Bumi Kartini. Jepara Kota Energi yaitu sebuah slogan R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang. Hal tersebut terealisasikan oleh pemerintah kabupaten
Jepara dengan adanya 4 PLTU di Jepara, yang menjadi pemasok listrik Jawa, Bali,
Madura. Oleh karena itu Bibit Waluyo (Gubernur Jawa Tengah) secara resmi
memberi julukan Kota Energi kepada kota Jepara. Julukan lainnya seperti,
Jepara Kota Fashion, Jepara Kota Kerajinan/ Kota Seni, Jepara Kota 1000 Ponpes, The World Carving Center, Jepara berhasil membuat Rekor MURI sekaligus Rekor
Dunia dalam bidang mengukir kayu bersama terbanyak di dunia. Maka Jepara resmi menyandang
gelar The World Carving Center. Jepara The Beauty of Java, Caribbean van
Java dan Scheveningen
Menjelang kenaikan kelas di
saat liburan pertama, Ny. Ovink Soer dan suaminya mengajak R.A. Kartini
beserta adik-adiknya Roekmini dan Kardinah menikmati keindahan pantai bandengan
yang letaknya 7 kmke Utara Kota Jepara, yaitu sebuah pantai yang indah dengan
hamparan pasir putih yang memukausebagaimana yang sering digambarkan lewat
surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda. RA Kartini dan kedua
adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran
menghindariombak, kepada RA Kartini ditanyakan apa nama pantai tersebut dan
dijawab dengan singkat yaitu Pantai Bandengan.Kemudian Ny. Ovink Soer
mengatakan bahwa di Holland pun ada sebuah pantai yang hampir sama dengan
bandengan namanya Klein Scheveningen secara spontan mendengar itu RA Kartini
menyela kalau begitu kita sebut saja Pantai Bandengan ini dengan nama Klein Scheveningen.
Seni Budaya di
kabupaten Jepara terdapat berbagai jenis kesenian, yaitu, Tari
Kridhajati, Tari Tayub, Tari Emprak, Samroh, Gambus, Angguk, Dagelan, Kentrung,
Ludruk, Ketropak, Keroncong, Prasah. Jenis
kesenian tradisional Samroh, Gambus, dan Angguk, semuanya bernafaskan Islam.
Jenis kesenian tradisional lainnya adalah dagelan, emprak, ketropak, ludruk,
kentrung, keroncong,dan prasah. Melalui beberapa kesenian tradisional ini,
pemerintah menggunakannya untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat misalnya
mengenai pembangunan dan keluarga berencana.
Adapun wisata berziarah adalah, Cirosomo yaitu makam
para Adipati/Bupati yang pernah memimpin Jepara dan keluarga besar R.A Kartini
(Sendang), makam Sultan Hadiri dan Ratu Kalinyamat serta Raden Abdul
Jalil,Sunan Jepara (Mantingan), makam Syeh Siti Jenar (Kelet), makam Habib
Sodiq ‘Yek Nde’ dan KH Noor Ahmad SS (Kriyan), makam Mbah Roboyo ( Robayan),
makam Datuk Gunardi (Singorojo), makam Habib Ali (Mayong), makam Ronggo Kusumo
(Manyargading), makam Syeh Abu Bakar (Pulau Panjang), makam Pangeran Syarif dan
Mbah Jenggolo (Saripan), makam Ki Gede (Bangsri), makam Syeh Amir Hasan atau
Sunan Nyamplungan (Karimunjawa), makam Mbah Pakisaji (Potroyudan), makam
Assayyid Thoyyib Thohir dan Syaikh Syamsuri (Penagon, Nalumsari, Jepara), makam
Mbah Datuk Subuh (Sidigede).
0 Response to "Sejarah kota ukir, Jepara"
Posting Komentar