Nikmat menjadi Seorang Pendosa


Apa yang kau ketahui tentang seorang pendosa?

Apa yang kau pikirkan tentang seorang pendosa?

Dan, apa yang akan kau lakukan pada seorang pendosa itu?

Sedikit berterima kasih pada sahabat penulis di wattpad, ketika saya membaca chapter demi chapter dari karyanya yang tidak bisa saya sebutkan nama akunnya, sehingga muncullah beberapa pertanyaan di atas dalam benak saya. Dan jadilah buah pena dari seorang hamba yang penuh dengan dosa. Ya, sebagai manusia biasa saya dan bahkan anda juga adalah seorang pendosa.

Bagaimana tidak?


Manusia dan dosa adalah dua hal lumrah di depan telinga maupun di kehidupan nyata. Seakan dua hal itu adalah sebuah hal lumrah bagi semua. Ya, seakan lumrah. Karena sengaja atau tak disengaja seorang manusia telah melakukan sebuah dosa di setiap harinya. Bahkan bertahun-tahun hidup dengan terus menambah dosa.

Mengapa bisa bigitu?

Manusia penuh dengan keinginan dan ambisi. Seakan kedua itu adalah bagian dari tubuhnya, kebutuhannya. Kemudian karena keinginan itu, mereka mampu melakukan berbagai cara untuk merealisasikan semua keinginan itu di kehidupan nyata agar ia memperoleh satu alasan yang disebut bahagia. 

Bagaimanapun semua manusia menginginkan kebahagiaan. Termasuk saya dan anda tentunya. Dan oleh karena itu, kita terus berpetualang dengan rasa ‘ingin’ memiliki agar bisa bahagia. Semua itu lumrah, tentu saja. Hanya saja kebanyakan dari manusia-manusia itu terlalu terpaku pada hasil bukan proses terbaik dari hasil yang mereka inginkan.

Saya masih mengingat tentang ungkapan bahwa dunia ini seperti sebuah medan perang. Dan kita sebagai manusia adalah pemain yang akan melakukan peperangan. Semuanya berlomba-lomba untuk mendapatkan kata ‘terbaik’ yang mereka bisa. Berusaha mempertahankan hidup agar mencapai titik yang mereka inginkan.

Dalam hal ini, kata ‘menang’ adalah satu-satunya hal yang paling dikejar semua orang. Maka siapapun akan menginginkan kemenangan dalam sebuah peperangan itu sampai mereka tahu siapa pemenang dari peperangan itu sendiri.


Lalu, bagaimana ketika telah tercetus pemenang dari peperangan itu? Akankah semuanya akan selesai begitu saja?
Tentu saja tidak. Mengingat bahwa Tuhan menciptakan dengan dua sisi yang berbeda, maka lahirlah dua sisi itu dari satu titik yang disebut ‘keinginan’. Seperti halnya peperangan itu yang akhirnya menemukan siapa pemenangnya. Maka akan ada dua pihak berbeda yang lahir tentunya. Satu pihak dengan penerimaan dan satu pihak dengan pemberontakan. Bukankah hal itu adalah sebuah kelumrahan dalam kehidupan kita?

Terkadang hidup memang seperti itu. Jadi, jangan terlalu diambil pusing.

Semua itu sudah lumrah, bukan?

Ketika Tuhan menciptakan kejahatan, maka kebaikan akan Tuhan hadirkan sebagai pelengkapnya, bukan?

Ketika Tuhan menciptakan api, maka Ia juga menciptakan air.

Bahkan ketika kita mendapat masalah, maka Tuhan akan datang dengan solusi.

Dunia ini saling terkait satu sama lain, kawan. Terkadang kau akan merasa dunia ini sangat luas ketika kesulitan yang tengah kau hadapi, tapi terasa sempit pula ketika kau mulai menemukan solusi tak terduga dari masalah yang kau hadapi. Yang perlu kita lakukan adalah bersabar, dan terus seperti itu sampai dengan sendirinya kesabaran itu akan memberikan kita imbalannya. Bukankah Tuhan selalu menjanjikan hal itu pada kita?


Kembali pada dua sisi yang berbeda. Ketika sebuah keinginan telah meraja lela dan mempengaruhi kehidupan pemiliknya sampai ia akhirnya terobsesi untuk menang, maka kedamaian akan jauh dari dekapan. Bahkan akan timbul sifat baru yang akan terus memicu peperangan. Iri misalnya?

Apa kalian percaya keinginan akan menimbulkan rasa iri?
Ketika kita telah berkeinginan, maka kita akan terus mencari hal-hal yang berhubungan dengan apa yang kita inginkan. Dan ketika kita melihat orang lain telah memiliki sesuatu yang kita ingini, maka disitulah perasaan iri itu tercipta.


Itu lumrah, sungguh sangat lumrah. Bahkan kita termasuk manusia yang normal ketika memiliki sifat itu. Tanpa adanya iri, tak akan pernah ada keinginan, begitu pula sebaliknya. Dan tanpa adanya kedua hal itu, dunia tak akan bisa semaju sekarang. Tak akan ada yang namanya teknologi dan sebagainya. Karena semua hal itu lahir karena sebuah keinginan.

Yang tidak membuatnya lumrah adalah ketika keinginan dan keirian itu dijadikan sebuah alasan untuk berbuat melewati batas. Keinginan yang kemudian menjadi sebuah obsesi. Dan terus merubah proses yang baik menjadi tidak baik karena tergoda pada sesuatu yang kita sebut instan. Hingga secara tidak sadar kita membodohi diri kita sendiri dengan tidak memikirkan jangka panjang dari keputusan yang kita ambil itu. Sungguh disayangkan.

Dan kurasa, disitulah setan bermain. Tentu saja ketika kita sudah hampir salah jalan. Dan ia tinggal menyulutkan api untuk menghidupkan. Hingga, BOM!! Terjadilah kebakaran.

Setan memberi rasa manis yang tiada tara pada manusia yang menorehkan luka.
Setan memberi nikmat yang luar biasa pada manusia yang melakukan dosa.
Jika memang kau menginginkan semua itu, maka jadilah pendosa untuk itu. Karena rasa manis dan kenikmatan sesaat hanya diperoleh oleh mereka yang menginginkan menjadi seorang pendosa.

Rasa manis dan kenikmatan sesaat yang begitu menggiurkan. Tanpa sadar merubah kita menjadi seorang pendosa secara bertahap.


Memang terasa manis ketika apa yang kita inginkan dapat kita raih dengan mudah. Dan akan tambah nikmat ketika menikmati semua itu tanpa harus bersusah payah mendapatkannya.

Tapi, apakah semua itu akan berlangsung lama?
Mengingat mempertahankan lebih berat dibandingkan mendapatkan dan menghabiskan seakan lebih mudah dibanding menghasilkan. Tentu saja itu hanya untuk sementara. melupakan bahwa menang maupun kalah adalah kehendak Tuhan sebagai pemilik medan pertempuran.

Bahkan setelah semuanya telah terjadi. Ketika kau sadar semua tak seindah apa yang awalnya kau bayangkan. Dosa seperti apa saja yang telah kau lalui. Berbohong, mencuri, membunuh? Seakan menjadi kebiasan buruk yang akan terus mengikuti sampai kau tak sanggup berhenti.


Lalu, setelah semuanya telah terjadi, siapa yang ingin kau salahkan? Tuhan? Atau takdirnya yang seakan tak berpihak padamu?
Atau bahkan menangis meraung lalu bunuh diri?
Cih!
Menyedihkan sekali hidup seperti itu.
Tentu saja, lalu mengapa dulu kita memilih menjadi pendosa?
Khilaf?
Cih! Terlalu egois menjadi seorang manusia yang tidak tahu diri! Dia yang memulai, siapa yang disalahkan! Bahkan kata ‘khilaf’ saja sudah tak pantas untuk seorang pendosa yang tak mau mengakui kesalahannya.
Sungguh, manusia terhina adalah dia seorang pendosa.
Tapi, mengapa mereka begitu menikmati hidupnya?
Mereka sebenarnya tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa yang dilakukannya itu adalah dosa?

Iya, itulah apa yang kalian pikirkan pada seorang pendosa. Hina. Sangat hina, sampai kalian secara tidak sadar telah mengolok, mencela, dan menghinanya habis-habisan. Mengucilkan seakan mereka tak pernah hidup di dunia.

Padahal kita tak memiliki hak untuk itu. Sama sekali tak ada hak untuk hal itu sebagai sesama manusia. Justru mereka ada untuk kita beri nasehat. Jika memang tak terima maka celakalah mereka. Tuhan masih ada untuk membalas semua kelakuan mereka.

Jika kalian disakiti, dan kalian membalasnya dengan kesakitan yang sama, maka kalian hanya pantas membalasnya dengan sesuatu yang sama. Tapi jika kalian disakiti dan memilih dengan membalasnya dengan kebaikan, maka Tuhan ada untuk membalasnya melebihi apa yang diterima.

Hukum karma selalu berjalan bukan? Terutama bagi pendosa-pendosa yang tak mau jera!

Jadi, bagaimana? Masih ingin menjadi pendosa?

Kita memang tak pernah bisa berpisah dari kata dosa dan berbuat dosa. Tapi setidaknya kita ada daya untuk menghindari kemungkinan berdosa sehingga menjadi seorang pendosa yang tenggelam oleh dosa.

Dengan apa?

Mungkin pertanyaan itu, saya kembalikan kepada diri masing-masing. Kita lebih tahu mana yang lebih baik untuk kita, mana yang lebih memungkinkan untuk kita teguhkan agar kita terhindar dari dosa-dosa yang menyebabkan kita lalai. Lalai akan segala rasa manis dan nikmat yang disuguhkan oleh dunia, ladang pencari dosa.

Bukankah, harapan kita adalah kembali pada surga-Nya?
Maka tempuhlah sebuah jalan menuju ke sana. perjuangkanlah sebuah proses yang membuatmu melangkah ke sana. Dunia dan surga. Pilih yang mana?

Kita, manusia. Bukankah terlalu banyak berharap, meminta, dan memohon?

Kekayaan, derajat, status, pasangan hidup, bukankah suatu hal yang lumrah untuk kita inginkan? Kita dambakan? Atau bahkan sampai kita perjuangkan?

Maka kejarlah semua itu dengan kebenaran. Dan ketika semuanya telah kau dapatkan, jangan lupa untuk bersyukur. Jika sebaliknya, maka tetaplah pada keyakinan bahwa Tuhan tak pernah meninggalkan hamba-hamba-Nya yang bersabar.

#penghapusdosa #pendosa #taubat

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Nikmat menjadi Seorang Pendosa"

Horor mengatakan...

Trimakasih sarannya, kita semua hanyalah manusia yang penuh dengan dosa